APA SAJA KEBIASAAN SALAH BIN KAPRAH SEHARI-HARI DALAM BERBAHASA INDONESIA? ANDAKAH SALAH SATUNYA?
10 Contoh Salah Kaprah dalam Berbahasa Indonesia di Kehidupan Sehari-hari
1. Tegar
Semoga keluarga yang ditinggalkan dalam musibah ini menjadi tegar.
Pada awalnya (cek Kamus Umum Bahasa Indonesia, karya W.J.S Purwadarminta), kata tegar berarti keras kepala, kepala batu dan ngeyel. Namun, entah sejak kapan kata ini bertambah makna (jadi dua makna) yaitu tabah; kuat; sabar. Padahal makna kedua ini bertolak belakang dengan yang pertama. Entah kenapa pula dalam keseharian makna yang lebih sering beredar makna yang kedua seperti pada kalimat contoh di atas.
2. Ubah vs rubah
Aku Mau (Once)
Kau boleh acuhkan diriku
dan anggap ku tak ada
Tapi takkan merubah perasaanku
Kepadamu
Apa yang janggal dari lirik salah satu lagu yang pernah hits di radio ini? Ada apa dengan kata ubah?
Ya, dalam bahasa formal atau informal, seringkali kata ini dieja dengan kata rubah atau merubah. Ketika kata ini diberi imbuhan me-, kata yang terbentuk adalah mengubah (me+ubah=meng+ubah) dan bukan merubah. Merubah bisa saja berarti menjadi (seperti binatang) rubah. Gue menduga ini disebabkan karena salah paham saat penutur mengubah kata berubah atau perubahan menjadi bentuk melakukan atau membuat sesuatu jadi bentuk yang sama sekali berbeda dari sebelumnya. Dalam pengamatan gue, kesalahan ini acap dilakukan oleh para orang tua kita.
3. Absensi vs presensi
Absensi Kehadiran Peserta Seminar Pembangunan Infrastruktur Indonesia
Apa yang keliru dari tulisan itu? Ya, betul. Yang keliru adalah penggunaan absensi yang disertai dengan kata kehadiran. Absen dipungut dari bahasa Belanda (absent), berarti tidak hadir atau tidak masuk. Jadi, kalau absensi digabung dengan kehadiran maka akan jadi arti yang beza, kalau kata orang Malaysia, dan bertentangan. Lebih baik tulisan absensinya dihilangkan.
Namun begitu, penggunaan kata mengabsen (pemanggilan daftar hadir agar tahu mana yang hadir dan tidak) atau absensi (daftar ketidakhadiran) sah-sah saja digunakan.
Sinonim presensi: hadir, masuk
Antonim presensi: mangkir, bolos, perlop, madol, tidak hadir
4. Acuh
Gelandang Manchester United Nani mulai menunjukkan sikap acuh terhadap klubnya. Pemain internasional Portugal tersebut terlihat tidak perduli saat klubnya Kamis dinihari tadi melakoni pertandingan "hidup dan mati".
Kata "acuh" merupakan kata paling sering disalahartikan. Bagi sebagian penutur, acuh itu berarti cuek dan tidak perhatian. Padahal menurut kamus, acuh itu berarti peduli; hirau; ingat; indah; hisab. Jadi kalau kalimat: dia sudah mengacuhkanku lagi berarti dia sudah memedulikan dirinya lagi. Lalu bagaimana dengan frasa acuh tak acuh? Ya, berarti itu berarti peduli-tidak peduli atau terkadang perhatian dan terkadang tidak.
5. Geming
Di saat ia menembak gue, tubuh gue jadi grogi, diam tak bergeming.
Selain acuh, kata geming termasuk yang sering salah tempat. Coba bayangkan, kata yang berarti diam dan tak bergerak ini dijadikan ke dalam kalimat di atas. Jadi, apa coba artinya? Diam tak diam? Padahal maksudnya itu kan diam dan tak bergerak. Hal serupa juga ditemukan dalam tautan (link) berita berikut.
Pengamat: PAN Tak Bergeming Soal Rangkap Jabatan
Si wartawan tentu ingin menyampaikan bahwa politikus Partai Amanat Nasional ini diam (tenang-tenang saja) saat isu jabatan rangkap ini bergulir ke publik.
6. Nuansa vs suasana (sanskerta: suasana)
Penggunaan kata nuansa dalam lirik lagu yang pernah dipopulerkan oleh Vidi Aldiano ini termasuk yang benar ya. Nuansa diserap dari bahasa Belanda (nuance) dan berarti variasi, derajat atau perbedaan yang sangat halus/kecil sekali. Konteksnya seperti warna, suara, kualitas dan makna kata. Atau pemisalan lain: terdapat nuansa makna yang berbeda antara kata murah dan murahan.
Namun demikian, kita masih mendengar kata ini digunakan maksud yang sama dari kata suasana. Contoh konkret penggunaan salah kaprah ini adaah pada berita berikut.
Nuansa Seram dalam Ritual Sumpah Pocong
Kalau aja si wartawan mau cek kamus, dia bakal menemukan kalo "Suasana menyeramkan" lebih pas digunakan daripada "Nuansa menyeramkan".
7. Ke luar vs keluar
Menurut elo mana yang tepat:
Sandra akan pergi ke luar negeri
atau
Sandra akan pergi keluar negeri?
Walaupun dua kata ini ditulis berbeda, namun saat diucapkan, kedengarannya sama aja. Sebetulnya, dua kata ini sangat beda. Ke luar merupakan bentuk preposisi, sama seperti ke dalam, ke mana, ke sana, di atas, di mana dll. Kalau kita contohkan dengan: Sandra akan pergi ke luar negeri. Sebut saja ia akan ke Singapura. Artinya, Sandra akan pergi ke luar dari negeri Indonesia menuju Singapura.
Sedangkan keluar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai kata kerja (verba) dan bermakna ’bergerak dari sebelah dalam ke sebelah luar’. Coba kita cari apa lawan dari kata keluar? Iya, jawabannya adalah masuk. Contoh lain kata keluar: Ia dikeluarkan dari sekolahnya karena didapati mengonsumsi narkoba di kelas atau Shanti mengeluarkan beberapa uang receh setelah pengamen itu menyanyi.
Kedua contoh ini mencerminkan makna memindahkan sesuatu dari dalam (dari dalam sekolah dan dari dalam saku). Nah, sesuai dong kalau lawannya adalah masuk?
8. Pasca vs paska
Kuliah Perdana Paska Sarjana Sekolah Tinggi Intelijen Negara
Akhir-akhir ini para pembawa berita di televisi sering membubuhkan kata pasca untuk mengganti kata sesudah atau setelah. Mungkin kata itu terdengar lebih keren dibandingkan dua kata padanannya. Hal itu sah-sah saja. Tapi masalahnya banyak yang menulis atau membaca kata ini dengan ejaan paska. Kesalahan lain adalah memisahkan penulisan pasca dengan kata apa pun yang melekat setelah kata itu. Misalnya, pasca bayar, pasca SBY atau pasca tsunami.
Lalu, bagaimana dengan contoh yang gue berikan di atas? Salahnya ganda, euy. Hehehe
Pasca merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta dan dalam penulisannya mesti digabung karena termasuk bentuk terikat. Ada juga penulisan yang menggunakan tanda strip (-) seperti pasca-SBY, maksudnya setelah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono; pasca-SBMPTN, setelah ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Selain itu, bedakan penulisan pascatsunami dengan pasca-Tsunami Aceh. Pascatsunami, penulisannya dirangkai karena tsunami yang dibahas merupakan kejadian alam yang umum sedangkan pasca-Tsunami Aceh lebih khusus.
9. Garang vs gahar
Maksud hati ingin memberikan nilai garang, seram, keras atau laki banget, hal yang terucap malah kata gahar. Gue ga tahu apa musabab kata ini dipadankan dengan empat kata sebelumnya. Pas gue cek juga di KBBI, arti kata gahar jauh banget dari contoh di atas: menggosok secara kuat. Tapi kalo menurut Kamus Slang Indonesia (www.kamusslang.com), kata gahar baru senada dengan empat contoh di atas. Ini berarti, kata gahar belum diakui sebagai kata resmi dan bersifat informal, hanya digunakan waktu percakapan santai saja.
Kata yang berasal dari bahasa Jawa ini, bukan tidak mungkin mengalami nasib yang sama dengan tegar (memiliki dua makna padahal awalnya cuma satu), akhirnya bermakna dua dan saling tidak berkaitan satu sama lainnya. Cuma, sayang kan, kalau memang artinya berbeda dan itu berawal dari kekeliruan tapi dimaklumkan lalu “direstui” masuk kamus besar.
10. Nol atau kosong?
Tanya : Mba, saya mau pesan taksi..
Jawab : Oh, baik. Berapa nomor teleponnya pak?
Tanya : nol delapan satu tiga…
Jawab : kosong delapan satu tiga…
Tanya: mba, nol. Bukan kosong…
Sebagian dari kita sering menemukan “perlakuan” seperti itu. Ya, ini terjadi karena ada yang menyamakan peran angka nol (0) yang diambil dari bahasa Belanda (nul), dengan kata kosong. Dalam penjelasan Tesaurus Bahasa Indonesia, padanan untuk nol itu kosong, namun hanya diberi label cak (cakapan alias tidak resmi; informal). Sementara makna kedua adalah hampa; nihil dan keduanya merupakan kata sifat. Padahal kata nol pada contoh di atas merupakan kata bilangan, bukan kata sifat.
*dilansirdariberbagaisumber.
1. Tegar
Semoga keluarga yang ditinggalkan dalam musibah ini menjadi tegar.
Pada awalnya (cek Kamus Umum Bahasa Indonesia, karya W.J.S Purwadarminta), kata tegar berarti keras kepala, kepala batu dan ngeyel. Namun, entah sejak kapan kata ini bertambah makna (jadi dua makna) yaitu tabah; kuat; sabar. Padahal makna kedua ini bertolak belakang dengan yang pertama. Entah kenapa pula dalam keseharian makna yang lebih sering beredar makna yang kedua seperti pada kalimat contoh di atas.
2. Ubah vs rubah
Aku Mau (Once)
Kau boleh acuhkan diriku
dan anggap ku tak ada
Tapi takkan merubah perasaanku
Kepadamu
Apa yang janggal dari lirik salah satu lagu yang pernah hits di radio ini? Ada apa dengan kata ubah?
Ya, dalam bahasa formal atau informal, seringkali kata ini dieja dengan kata rubah atau merubah. Ketika kata ini diberi imbuhan me-, kata yang terbentuk adalah mengubah (me+ubah=meng+ubah) dan bukan merubah. Merubah bisa saja berarti menjadi (seperti binatang) rubah. Gue menduga ini disebabkan karena salah paham saat penutur mengubah kata berubah atau perubahan menjadi bentuk melakukan atau membuat sesuatu jadi bentuk yang sama sekali berbeda dari sebelumnya. Dalam pengamatan gue, kesalahan ini acap dilakukan oleh para orang tua kita.
3. Absensi vs presensi
Absensi Kehadiran Peserta Seminar Pembangunan Infrastruktur Indonesia
Apa yang keliru dari tulisan itu? Ya, betul. Yang keliru adalah penggunaan absensi yang disertai dengan kata kehadiran. Absen dipungut dari bahasa Belanda (absent), berarti tidak hadir atau tidak masuk. Jadi, kalau absensi digabung dengan kehadiran maka akan jadi arti yang beza, kalau kata orang Malaysia, dan bertentangan. Lebih baik tulisan absensinya dihilangkan.
Namun begitu, penggunaan kata mengabsen (pemanggilan daftar hadir agar tahu mana yang hadir dan tidak) atau absensi (daftar ketidakhadiran) sah-sah saja digunakan.
Sinonim presensi: hadir, masuk
Antonim presensi: mangkir, bolos, perlop, madol, tidak hadir
4. Acuh
Gelandang Manchester United Nani mulai menunjukkan sikap acuh terhadap klubnya. Pemain internasional Portugal tersebut terlihat tidak perduli saat klubnya Kamis dinihari tadi melakoni pertandingan "hidup dan mati".
Kata "acuh" merupakan kata paling sering disalahartikan. Bagi sebagian penutur, acuh itu berarti cuek dan tidak perhatian. Padahal menurut kamus, acuh itu berarti peduli; hirau; ingat; indah; hisab. Jadi kalau kalimat: dia sudah mengacuhkanku lagi berarti dia sudah memedulikan dirinya lagi. Lalu bagaimana dengan frasa acuh tak acuh? Ya, berarti itu berarti peduli-tidak peduli atau terkadang perhatian dan terkadang tidak.
5. Geming
Di saat ia menembak gue, tubuh gue jadi grogi, diam tak bergeming.
Selain acuh, kata geming termasuk yang sering salah tempat. Coba bayangkan, kata yang berarti diam dan tak bergerak ini dijadikan ke dalam kalimat di atas. Jadi, apa coba artinya? Diam tak diam? Padahal maksudnya itu kan diam dan tak bergerak. Hal serupa juga ditemukan dalam tautan (link) berita berikut.
Pengamat: PAN Tak Bergeming Soal Rangkap Jabatan
Si wartawan tentu ingin menyampaikan bahwa politikus Partai Amanat Nasional ini diam (tenang-tenang saja) saat isu jabatan rangkap ini bergulir ke publik.
6. Nuansa vs suasana (sanskerta: suasana)
Penggunaan kata nuansa dalam lirik lagu yang pernah dipopulerkan oleh Vidi Aldiano ini termasuk yang benar ya. Nuansa diserap dari bahasa Belanda (nuance) dan berarti variasi, derajat atau perbedaan yang sangat halus/kecil sekali. Konteksnya seperti warna, suara, kualitas dan makna kata. Atau pemisalan lain: terdapat nuansa makna yang berbeda antara kata murah dan murahan.
Namun demikian, kita masih mendengar kata ini digunakan maksud yang sama dari kata suasana. Contoh konkret penggunaan salah kaprah ini adaah pada berita berikut.
Nuansa Seram dalam Ritual Sumpah Pocong
Kalau aja si wartawan mau cek kamus, dia bakal menemukan kalo "Suasana menyeramkan" lebih pas digunakan daripada "Nuansa menyeramkan".
7. Ke luar vs keluar
Menurut elo mana yang tepat:
Sandra akan pergi ke luar negeri
atau
Sandra akan pergi keluar negeri?
Walaupun dua kata ini ditulis berbeda, namun saat diucapkan, kedengarannya sama aja. Sebetulnya, dua kata ini sangat beda. Ke luar merupakan bentuk preposisi, sama seperti ke dalam, ke mana, ke sana, di atas, di mana dll. Kalau kita contohkan dengan: Sandra akan pergi ke luar negeri. Sebut saja ia akan ke Singapura. Artinya, Sandra akan pergi ke luar dari negeri Indonesia menuju Singapura.
Sedangkan keluar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai kata kerja (verba) dan bermakna ’bergerak dari sebelah dalam ke sebelah luar’. Coba kita cari apa lawan dari kata keluar? Iya, jawabannya adalah masuk. Contoh lain kata keluar: Ia dikeluarkan dari sekolahnya karena didapati mengonsumsi narkoba di kelas atau Shanti mengeluarkan beberapa uang receh setelah pengamen itu menyanyi.
Kedua contoh ini mencerminkan makna memindahkan sesuatu dari dalam (dari dalam sekolah dan dari dalam saku). Nah, sesuai dong kalau lawannya adalah masuk?
8. Pasca vs paska
Kuliah Perdana Paska Sarjana Sekolah Tinggi Intelijen Negara
Akhir-akhir ini para pembawa berita di televisi sering membubuhkan kata pasca untuk mengganti kata sesudah atau setelah. Mungkin kata itu terdengar lebih keren dibandingkan dua kata padanannya. Hal itu sah-sah saja. Tapi masalahnya banyak yang menulis atau membaca kata ini dengan ejaan paska. Kesalahan lain adalah memisahkan penulisan pasca dengan kata apa pun yang melekat setelah kata itu. Misalnya, pasca bayar, pasca SBY atau pasca tsunami.
Lalu, bagaimana dengan contoh yang gue berikan di atas? Salahnya ganda, euy. Hehehe
Pasca merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta dan dalam penulisannya mesti digabung karena termasuk bentuk terikat. Ada juga penulisan yang menggunakan tanda strip (-) seperti pasca-SBY, maksudnya setelah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono; pasca-SBMPTN, setelah ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Selain itu, bedakan penulisan pascatsunami dengan pasca-Tsunami Aceh. Pascatsunami, penulisannya dirangkai karena tsunami yang dibahas merupakan kejadian alam yang umum sedangkan pasca-Tsunami Aceh lebih khusus.
9. Garang vs gahar
Maksud hati ingin memberikan nilai garang, seram, keras atau laki banget, hal yang terucap malah kata gahar. Gue ga tahu apa musabab kata ini dipadankan dengan empat kata sebelumnya. Pas gue cek juga di KBBI, arti kata gahar jauh banget dari contoh di atas: menggosok secara kuat. Tapi kalo menurut Kamus Slang Indonesia (www.kamusslang.com), kata gahar baru senada dengan empat contoh di atas. Ini berarti, kata gahar belum diakui sebagai kata resmi dan bersifat informal, hanya digunakan waktu percakapan santai saja.
Kata yang berasal dari bahasa Jawa ini, bukan tidak mungkin mengalami nasib yang sama dengan tegar (memiliki dua makna padahal awalnya cuma satu), akhirnya bermakna dua dan saling tidak berkaitan satu sama lainnya. Cuma, sayang kan, kalau memang artinya berbeda dan itu berawal dari kekeliruan tapi dimaklumkan lalu “direstui” masuk kamus besar.
10. Nol atau kosong?
Tanya : Mba, saya mau pesan taksi..
Jawab : Oh, baik. Berapa nomor teleponnya pak?
Tanya : nol delapan satu tiga…
Jawab : kosong delapan satu tiga…
Tanya: mba, nol. Bukan kosong…
Sebagian dari kita sering menemukan “perlakuan” seperti itu. Ya, ini terjadi karena ada yang menyamakan peran angka nol (0) yang diambil dari bahasa Belanda (nul), dengan kata kosong. Dalam penjelasan Tesaurus Bahasa Indonesia, padanan untuk nol itu kosong, namun hanya diberi label cak (cakapan alias tidak resmi; informal). Sementara makna kedua adalah hampa; nihil dan keduanya merupakan kata sifat. Padahal kata nol pada contoh di atas merupakan kata bilangan, bukan kata sifat.
*dilansirdariberbagaisumber.
Komentar
Posting Komentar